Maret 12, 2010

Dihuni Janda-janda Tersangka Teroris

Berita Utama

13 Maret 2010
Sisi Lain Kampung Tulakan, Sukoharjo


KABUPATEN Sukoharjo seolah tidak pernah lepas dari berita terorisme di Tanah Air. Setiap kali ada penangkapan para tersangka teroris oleh Tim Densus 88 Antiteror, Sukoharjo selalu disebut-sebut.

Entah itu rumah yang digunakan menyembunyikan bahan peledak, tempat persembunyian, hingga rumah tinggal. Tidak tahu persis apa latar belakang para tersangka terorisme memilih wilayah Sukoharjo sebagai bagian dari kegiatan terorisme tersebut.

Belum lepas dari ingatan warga Solo sekitar akan penembakan gembong teroris Noordin M Top di Mojosongo, Solo masyarakat kembali dikejutkan dengan penembakan tersangka teroris di Pamulang, Banten.

Satu di antara tersangka yang tewas disergap timah panas tim Densus 88 adalah Dulmatin yang kemampuannya disebut-sebut melebihi dari Dr Azahari dan Noordin M Top.

Sekali lagi, berita penembakan itu mengalir ke Sukoharjo. Kali ini ke Kampung Tulakan, Desa Godog, Kecamatan Polokarto, khususnya di RT 03 RW 06. Ternyata, di kampung yang berada di sisi kanan Jalan Raya Bekonang-Sukoharjo dan ditempati 50 kepala keluarga (KK) itu terdapat nama Istiada (41), istri Dulmatin.

Meski belum ditetapkan sebagai warga Tulakan, masyarakat di lingkungan pedesaan itu sudah mengenal siapa Istiada, ibu enam anak tersebut. Setidaknya dari rumahnya yang baru saja selesai dibangun dan ditempati sebulan lalu.

Tidak ada yang tahu persis bagaimana perjalanan warga Pemalang, itu sampai ke Tulakan. Sebab, tidak pernah ada catatan wanita itu mempunyai keluarga di Tulakan.

Usut punya usut, kedatangan wanita bercadar tersebut tidak lepas dari peran pengurus Pondok Pesantren Ulul Albab yang masih berada di lingkup RW 06. Istiada yang anaknya belajar di Ulul Albab itu membeli dan menempati rumah di atas tanah yang sebelumnya milik pengurus pondok.

Ketua RT 03 RW 06 Mohtar Sobirin mengaku, sejauh ini memang belum menetapkan Istiada sebagai warganya. Sebab, proses kepindahannya dari Pemalang ke Tulakan belum sempurna. Karena, surat yang dibawa belum lengkap, hanya ada fotokopi KTP dan KK, tanpa ada surat pindah atau surat nikah.

Padahal dalam KTP tertulis dia sudah menikah dan dalam KK sudah mempunyai enam anak. Dari enam anak tersebut, satunya lahir di Mindanao Filipina. “Istiada mulai menempati rumahnya 3 Februari 2010. Dia membeli tanah dari pengurus Ponpes Ulul Albab,” kata Mohtar.

Menurut dia, Istiadah tidak banyak bergaul dengan tetangga sekitar. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah bersama dengan enam anaknya. Kalaupun keluar, itu saat mengantar dan menjemput anaknya sekolah. Namun satu ketika dia juga keluar untuk ke pasar atau belanja kebutuhan di warung. “Orangnya biasa, setiap bertemu saya selalu menyapa,” ungkapnya.

Sepanjang yang diketahuinya, Istiada juga tidak pernah menerima tamu aneh. Sebab, jarak rumah Istiada dengan rumahnya hanya beberapa jengkal. Jadi dia bisa mengetahui bila si pemilik rumah beraktivitas atau menerima tamu yang aneh.
Janda  Saat tersiar kabar Istiada adalah istri Dulmatin, ia mengaku kaget. Sebab, dari berkas yang ditunjukkan, tidak ada nama Dulmatin sebagai suaminya. “Dalam KK Istiada sebagai kepala rumah tangga dan tanpa suami. Dulu pernah saya tanya tentang suaminya dijawab pergi.”

Kondisi tersebut mengingatkan dia akan keberadaan wanita-wanita yang juga ada kaitannya dengan teroris. Suami mereka sudah tewas dieksekusi petugas.
Sepanjang yang diketahuinya, di Tulakan terdapat dua janda tersangka teroris, yaitu Zakia Darojat, istri Imam Samudra, dan Rina Yudi Astuti istri Urwah. Mereka kabarnya mengajar di Ponpes Ulul Albab.

“Itu sudah menjadi rahasia umum, bahwa istri dan anak Imam Samudra tinggal di sini. Tetapi kalau istri Urwah saya kurang paham tinggal di mana,” ungkapnya.

Keterangan Mohtar tersebut dibenarkan oleh Kepala Dusun Godog Marzuki. Menurut dia, keberadaan dua wanita tersebut sudah menjadi rahasia umum di Desa Godog.

 Sebelumnya pengurus Ponpes Ulul Albab Shoimin mengatakan, kemungkinan besar Istiada tahu Ponpes Ulul Albab dari iklan ponpes yang dipasang di majalah. Bisa jadi, karena tertarik kemudian memasukkan anaknya ke ponpes dan akhirnya pindah ke kampung dekat pesantren. (Heru Susilo-60)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar