Maret 08, 2010
Keluarga Fahmi Enam Bulan Kehilangan Kontak
Berita Utama
09 Maret 2010
Kasus Mutilasi oleh ”Sumanto” dari Kendal
DUKA masih sulit dihapus keluarga korban mutilasi, Fahmi Iswandi (38), warga Desa Pagerbarang RT 1 RW 3 Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal. Mereka sama sekali tak menyangka korban akan meninggal dengan cara tragis.
Almarhum yang selama ini merantau di Batam, Kepulauan Riau itu meninggalkan istri, Rukiyah (38) dan seorang putri, Salsabila Qurotul Aeni (6).
Fahmi merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami-istri (alm) H Ikin Sodikin dan Hj Indrati Juarmi. Adik kandung korban, Adi mengatakan, kepergian kakaknya untuk selama-lamanya sangat mengejutkan. Apalagi, Fahmi meninggal dengan cara dimutilasi.
Menurut dia, kakaknya berangkat untuk bekerja di sebuah perusahaan di Batam, Juli 2009. Tiga bulan kemudian, ia pergi ke alam baka. Menurut informasi dari kepolisian, Fahmi dibunuh Kaeron tanggal 17 Oktober 2009.
”Kami masih tak menyangka, Mas Fahmi telah tiada. Namun, kami sekeluarga pasrah karena ini adalah musibah,” katanya. Pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus itu kepada aparat kepolisian.
Menurut dia, sebelum mendengar kabar pembunuhan itu, keluarga curiga terjadi sesuatu pada Fahmi. Pasalnya, korban tak pernah menghubungi keluarganya sejak enam bulan lalu atau September 2009.
Padahal, biasanya Fahmi rajin menelepon. Hingga akhirnya, muncul kabar duka itu. Awalnya, Jumat (5/3) kabar tersebut diterima Indrati dan anak korban, Salsabila. Sebab, istri Fahmi, Rukiyah, bekerja di Malaysia sebagai TKI. Rukiyah berangkat ke Malaysia Agustus 2008 untuk menjalani kontrak kerja selama dua tahun. Tetapi setelah mengetahui suaminya meninggal dunia, ia memutus kontrak dengan PJTKI yang membawanya ke Negeri Jiran tersebut.
Selama ditinggal kedua orang tuanya, Salsabila tinggal bersama Indrati di Desa Pagerbarang. Di desa itu, keluarga korban cukup terpandang lantaran Indrati pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Tegal dari Fraksi Partai Golkar periode 1999-2004.
Fahmi yang akrab dipanggil Yiyi dikenal ramah terhadap teman-temannya. Ia yang merupakan lulusan Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Semarang tahun 1996 juga suka menolong tetangga-tetangganya. Ketua RT 1 RW 3 Desa/Kecamatan Pagerbarang, Bari menuturkan, Fahmi dikenal ramah dan supel. ”Dia tak pernah berbuat onar dan tidak memiliki musuh,” katanya.
Cari Nafkah Lagi
Sementara itu, setelah sempat syok setelah mendengar kabar anak sulungnya menjadi tersangka pembunuhan, Jumiati (53), ibu Kaeron, mulai beraktivitas seperti biasa untuk menyambung kebutuhan hidup. Ketika hendak ditemui, kemarin, janda beranak tiga warga Desa Podosari, Kecamatan Cepiring, Kendal, itu sedang keluar mencari nafkah. Sejak pagi, rumah sederhana dari kayu yang dihuni Jumiati dan dua anak perempuannya (adik tersangka Kaeron-Red), tertutup rapat. Pintu utama di bagian depan, terkunci.
”Ketika mendengar kabar bahwa Kaeron menjadi tersangka pembunuhan, Bu Jumiati sering menangis pada malam hari,” tutur Isnadi (45), warga RT 3 RW 1 Desa Podosari.
Namun, imbuh dia, dua malam terakhir ini Jumiati mulai terlihat tabah menerima kenyataan tersebut. Apalagi, dia harus mencari nafkah untuk makan. Dia sehari-hari bekerja sebagai buruh pembuat batu bata dengan upah Rp 10 ribu per hari.
”Kalau pas panen raya, Bu Jumiati bekerja mengasak atau mencari sisa-sisa gabah di sawah. Dua anak perempuannya juga bekerja sebagai buruh serabutan.”
Isnadi menuturkan, para tetangga bersimpati atas apa yang dialami Jumiati. Warga memberikan dukungan moril kepadanya. ”Tidak sedikit warga yang datang ke rumah Bu Jumiati untuk menghiburnya agar tidak larut dalam kesedihan. Kami menganggap dukungan moril itu merupakan ibadah,” ucapnya. (Royce Wijaya SP, Setyo Sri Mardiko-65)
09 Maret 2010
Kasus Mutilasi oleh ”Sumanto” dari Kendal
DUKA masih sulit dihapus keluarga korban mutilasi, Fahmi Iswandi (38), warga Desa Pagerbarang RT 1 RW 3 Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal. Mereka sama sekali tak menyangka korban akan meninggal dengan cara tragis.
Almarhum yang selama ini merantau di Batam, Kepulauan Riau itu meninggalkan istri, Rukiyah (38) dan seorang putri, Salsabila Qurotul Aeni (6).
Fahmi merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami-istri (alm) H Ikin Sodikin dan Hj Indrati Juarmi. Adik kandung korban, Adi mengatakan, kepergian kakaknya untuk selama-lamanya sangat mengejutkan. Apalagi, Fahmi meninggal dengan cara dimutilasi.
Menurut dia, kakaknya berangkat untuk bekerja di sebuah perusahaan di Batam, Juli 2009. Tiga bulan kemudian, ia pergi ke alam baka. Menurut informasi dari kepolisian, Fahmi dibunuh Kaeron tanggal 17 Oktober 2009.
”Kami masih tak menyangka, Mas Fahmi telah tiada. Namun, kami sekeluarga pasrah karena ini adalah musibah,” katanya. Pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus itu kepada aparat kepolisian.
Menurut dia, sebelum mendengar kabar pembunuhan itu, keluarga curiga terjadi sesuatu pada Fahmi. Pasalnya, korban tak pernah menghubungi keluarganya sejak enam bulan lalu atau September 2009.
Padahal, biasanya Fahmi rajin menelepon. Hingga akhirnya, muncul kabar duka itu. Awalnya, Jumat (5/3) kabar tersebut diterima Indrati dan anak korban, Salsabila. Sebab, istri Fahmi, Rukiyah, bekerja di Malaysia sebagai TKI. Rukiyah berangkat ke Malaysia Agustus 2008 untuk menjalani kontrak kerja selama dua tahun. Tetapi setelah mengetahui suaminya meninggal dunia, ia memutus kontrak dengan PJTKI yang membawanya ke Negeri Jiran tersebut.
Selama ditinggal kedua orang tuanya, Salsabila tinggal bersama Indrati di Desa Pagerbarang. Di desa itu, keluarga korban cukup terpandang lantaran Indrati pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Tegal dari Fraksi Partai Golkar periode 1999-2004.
Fahmi yang akrab dipanggil Yiyi dikenal ramah terhadap teman-temannya. Ia yang merupakan lulusan Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Semarang tahun 1996 juga suka menolong tetangga-tetangganya. Ketua RT 1 RW 3 Desa/Kecamatan Pagerbarang, Bari menuturkan, Fahmi dikenal ramah dan supel. ”Dia tak pernah berbuat onar dan tidak memiliki musuh,” katanya.
Cari Nafkah Lagi
Sementara itu, setelah sempat syok setelah mendengar kabar anak sulungnya menjadi tersangka pembunuhan, Jumiati (53), ibu Kaeron, mulai beraktivitas seperti biasa untuk menyambung kebutuhan hidup. Ketika hendak ditemui, kemarin, janda beranak tiga warga Desa Podosari, Kecamatan Cepiring, Kendal, itu sedang keluar mencari nafkah. Sejak pagi, rumah sederhana dari kayu yang dihuni Jumiati dan dua anak perempuannya (adik tersangka Kaeron-Red), tertutup rapat. Pintu utama di bagian depan, terkunci.
”Ketika mendengar kabar bahwa Kaeron menjadi tersangka pembunuhan, Bu Jumiati sering menangis pada malam hari,” tutur Isnadi (45), warga RT 3 RW 1 Desa Podosari.
Namun, imbuh dia, dua malam terakhir ini Jumiati mulai terlihat tabah menerima kenyataan tersebut. Apalagi, dia harus mencari nafkah untuk makan. Dia sehari-hari bekerja sebagai buruh pembuat batu bata dengan upah Rp 10 ribu per hari.
”Kalau pas panen raya, Bu Jumiati bekerja mengasak atau mencari sisa-sisa gabah di sawah. Dua anak perempuannya juga bekerja sebagai buruh serabutan.”
Isnadi menuturkan, para tetangga bersimpati atas apa yang dialami Jumiati. Warga memberikan dukungan moril kepadanya. ”Tidak sedikit warga yang datang ke rumah Bu Jumiati untuk menghiburnya agar tidak larut dalam kesedihan. Kami menganggap dukungan moril itu merupakan ibadah,” ucapnya. (Royce Wijaya SP, Setyo Sri Mardiko-65)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar