Berita Utama
22 Februari 2010
Oleh Ridwan Sanjaya
BEBERAPA minggu terakhir ini Facebook kembali menjadi sorotan masyarakat. Kali ini bukan lagi mengenai perjuangan moral para pengguna Facebook terkait isu-isu sosial. Namun, pada efek-efek negatif yang ditimbulkannya.
Kasus prostitusi online dan larinya beberapa remaja bersama teman yang dikenal melalui Facebook semakin menambah panjang daftar hitam penyalahgunaan situs jejaring sosial ini. Padahal beberapa waktu yang lalu, Facebook mendapat sambutan yang luar biasa karena pemanfaatannya untuk membangun kembali jejaring pertemanan yang telah lama jauh, mempermudah transaksi melalui internet, dan mempercepat distribusi informasi.
Popularitas tersebut semakin menjulang karena munculnya gerakan-gerakan sosial di Facebook. Dari ratusan gerakan sosial yang diciptakan, beberapa di antaranya memperoleh dukungan dan publikasi secara luas, seperti perjuangan Prita Mulyasari, Bibit-Chandra, Bilqis Anindya Passa, dan masih banyak lagi.
Banyaknya media massa yang memberitakan gerakan-gerakan tersebut menyebabkan masyarakat menjadi ingin tahu dan bergabung ke Facebook. Maka tidak heran, dalam waktu yang singkat Facebook mencapai popularitasnya. Sampai saat ini telah tercatat sekitar 400 juta pengguna Facebook aktif di seluruh dunia.
Lebih dari 11 juta berasal dari Indonesia, sehingga negeri kita menempati peringkat pengguna terbanyak ketujuh di seluruh dunia. Meskipun, jumlah tersebut sebetulnya tidak mewakili jumlah pengguna sebenarnya. Sebab, terdapat beberapa pengguna yang membuat lebih dari 1 akun Facebook untuk kepentingan berbeda.
Dengan munculnya berbagai kasus penculikan remaja melalui Facebook, tampaknya masyarakat mulai menyadari sisi negatif yang makin nyata di hadapan mereka, sehingga kian mewaspadainya. Anak-anak dan remaja yang kini telah melek teknologi akan menjadi sasaran empuk jika mereka dan para orang tua tidak menyadari atau bahkan justru mengabaikan bahaya tersebut.
Sebab, dengan teknologi inilah, ruang sosial tidak lagi dibatasi oleh wilayah. Setiap orang di seluruh dunia bisa saja menjalin komunikasi dan berhubungan kapan saja. Tentunya hal ini bukan hanya dapat memperluas pergaulan, namun juga memperbesar peluang untuk berkenalan dengan orang-orang yang salah.
Selain karena secara fisik setiap pemilik akun hanya diwakili oleh foto-foto dan video yang diunggah ke dalam Facebook, informasi dan berbagai hal yang ditampilkan di dalamnya belum tentu bisa dipercaya begitu saja. Informasi fiktif mungkin saja ditulis oleh pemilik akun tersebut.
Potensi bagi anak-anak dan remaja untuk diperdayai dan tersesat melalui Facebook atau teknologi yang lain tentunya cukup besar dan mudah terjadi. Mengingat, kedewasaan mereka seringkali belum cukup matang untuk mewaspadai hal-hal tersebut. Maka, peran orang tua dan masyarakat menjadi sangat penting.
Yang menjadi masalah, seringkali anak-anak dan remaja lebih pandai daripada orang tuanya dalam hal penggunaan teknologi. Hal itulah yang membuat para orang tua kerap merasa kalah terlebih dahulu sebelum berusaha mencoba untuk mengetahui atau mendampingi anak-anaknya dalam menggunakan internet.
Kadangkala, keterbatasan pengetahuan orang tua malah menghambat atau bahkan menutup akses putra-putrinya dalam penggunaan internet. Padahal pada dasarnya, Facebook ataupun yang lain, hanyalah alat bantu yang pemanfaatannya sangat tergantung dari si pengguna. Akan menghasilkan hal-hal yang negatif apabila digunakan secara salah, dan sebaliknya membuahkan output yang positif jika dipakai dengan benar.
Terlibat Aktif
Penerapan solusi yang salah bukan hanya akan memperburuk situasi, tetapi juga mempersulit kontrol terhadap para remaja dalam penggunaan teknologi. Untuk situs-situs pornografi, sangat dimungkinkan menggunakan perangkat lunak untuk memproteksinya.
Menutup akses internet di rumah justru akan menyebabkan anak-anak mencari akses internet di luar. Akibatnya, pengawasan terhadap penggunaan internet yang sehat akan semakin sulit dilakukan.
Ada baiknya orang tua belajar mengetahui teknologi yang sedang digunakan putra-putrinya.
Salah satu caranya, jika memungkinkan, dengan ikut terlibat aktif di dalam Facebook atau jejaring lainnya. Bukan hanya tahu teknis penggunaannya, tetapi juga mengetahui potensi positif dan negatifnya.
Hal ini sangat diperlukan dalam berkomunikasi pada saat mendampingi mereka. Selain komunikasi bisa terhubung dengan baik, terdapat berbagai hal positif dan negatif yang bisa dibagikan untuk menumbuhkan kewaspadaan dalam pemanfaatan Facebook ataupun teknologi yang lain.
Kedekatan orang tua dan anak dalam menggunakan teknologi akan menyebabkan mereka bisa tetap terbuka dan berbagi apabila terjadi berbagai hal yang terkait dengan penggunaan teknologi tersebut.
Edukasi dengan menggunakan contoh-contoh kasus yang terjadi saat ini juga bisa disampaikan. Berbagai kiat dalam mengenal orang lain, mempertajam kewaspadaan, dan perlunya menjaga privasi terhadap orang-orang yang belum dikenal baik, sangat perlu dibagikan kepada anak-anak.
Namun sebaiknya semua hal tersebut disampaikan secara berimbang serta jauh dari kesan curiga dan menakut-nakuti. Tujuannya, untuk memperkecil resistensi mereka pada saat mendengarkan masukan-masukan serta tip-tip dalam pemanfaatan teknologi secara bijak. (65)
— Penulis adalah dosen Fakultas Ilmu Komputer Unika Soegijapranata, Semarang. Saat ini menjalani studi program doktoral di Assumption University, Bangkok, Thailand.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar